KERUMA Hadirkan Harmoni: Inovasi Empat Lawang Jembatani Keberagaman dalam Damai

Dalam upaya memperkuat kerukunan hidup antarumat beragama dan seagama di wilayahnya, Pemerintah Kabupaten Empat Lawang meluncurkan sebuah inovasi pelayanan publik non-digital yang diberi nama KERUMA (Kerukunan Umat Beragama dan Seagama). Inovasi ini merupakan bentuk konkret dari penguatan peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai lembaga fasilitator komunikasi lintas agama, yang selama ini keberadaannya sering stagnan karena kendala operasional dan minimnya strategi advokatif. Melalui KERUMA, FKUB dikembangkan menjadi garda depan dalam membina harmoni sosial dengan pendekatan yang lebih dialogis, sistematis, dan berkelanjutan. Program ini dilandaskan pada berbagai regulasi, antara lain Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, serta UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2 yang menjamin kebebasan beragama bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, KERUMA menjadikan pluralitas agama sebagai kekuatan sosial, bukan sumber konflik. Keputusan Bupati Empat Lawang Nomor 200/197/KEP/Ban.KBP/2023 pun menegaskan status FKUB sebagai lembaga resmi daerah dalam menjamin kerukunan antarumat beragama. Kehadiran KERUMA menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat Empat Lawang akan ruang dialog yang inklusif, edukatif, dan penuh nilai-nilai kebersamaan lintas iman.

Latar belakang hadirnya KERUMA tak lepas dari realitas sosial Kabupaten Empat Lawang yang majemuk dalam hal keyakinan, budaya, dan adat istiadat. Dalam masyarakat plural semacam ini, gesekan nilai dan kepentingan sangat mungkin terjadi bila tidak dikelola secara tepat. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa konflik keagamaan sering kali dipicu oleh salah paham, ego sektarian, atau ketidaktahuan terhadap aturan yang berlaku. Lemahnya sistem komunikasi antarumat dan keterbatasan literasi regulasi menjadi faktor penguat lahirnya potensi konflik horizontal. Pemerintah daerah pun menyadari pentingnya memperkuat peran FKUB sebagai mitra strategis yang mampu menjembatani perbedaan, bukan hanya dalam momen krisis tetapi secara reguler melalui dialog dan edukasi. Dengan inovasi KERUMA, fungsi FKUB diperluas tidak hanya sebagai forum diskusi, tapi juga sebagai produsen rekomendasi kebijakan daerah, mediator sengketa keagamaan, hingga pelaksana sosialisasi hukum keagamaan. Inovasi ini juga membuka ruang partisipasi masyarakat sipil, ormas keagamaan, tokoh adat, dan tokoh perempuan dalam setiap proses dialog. Hal ini memberikan jaminan bahwa kebijakan kerukunan tidak bersifat elitis, tetapi menyerap langsung aspirasi akar rumput.

Dalam pelaksanaannya, KERUMA telah menyelenggarakan setidaknya 11 forum dialog lintas agama dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Forum-forum ini tidak hanya menjadi ruang simbolik semata, tetapi menghasilkan 7 rekomendasi kebijakan konkret yang telah disampaikan kepada Pemerintah Daerah. Di antaranya adalah rekomendasi tata cara pendirian rumah ibadat, penanganan aduan umat, hingga strategi pencegahan radikalisme berbasis komunitas keagamaan. Rekomendasi ini dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan peraturan teknis oleh dinas terkait, seperti Kesbangpol dan Bagian Hukum Setda. Tidak hanya itu, KERUMA juga mengelola form layanan pendampingan permohonan rumah ibadat dan kasus-kasus sensitif lainnya yang menyangkut keyakinan masyarakat. Mekanisme yang digunakan adalah musyawarah mufakat dan konsultasi terbuka, sehingga seluruh pihak merasa dilibatkan dan dihargai. Masyarakat pun mulai merasakan manfaat dari hadirnya FKUB dalam bentuk yang lebih aktif dan solutif. Bahkan, beberapa kasus yang berpotensi menjadi konflik berhasil diselesaikan secara damai berkat intervensi tim KERUMA yang tanggap dan profesional.

Isu strategis yang ditangani KERUMA tidak hanya sebatas mencegah konflik, tetapi juga membangun pemahaman yang lebih utuh mengenai hak dan kewajiban warga negara dalam kehidupan beragama. Salah satu isu yang paling sering memicu ketegangan di masyarakat adalah pendirian rumah ibadat yang kerap disalahpahami prosedurnya. KERUMA hadir dengan pendekatan literasi hukum melalui penyuluhan langsung ke desa-desa dan komunitas keagamaan, menjelaskan dengan bahasa sederhana mengenai regulasi, prosedur, dan peran masyarakat dalam mendukung kerukunan. Hal ini sangat penting mengingat banyak warga yang belum mengetahui bahwa pendirian rumah ibadat tidak hanya memerlukan syarat administratif, tetapi juga dukungan sosial dari warga sekitar. Dalam konteks ini, KERUMA menjadi sarana penghubung antara pemohon, masyarakat sekitar, dan pemerintah daerah agar setiap proses berjalan transparan dan damai. FKUB juga melakukan pendampingan langsung terhadap kasus-kasus yang dianggap krusial, sehingga eskalasi dapat dicegah sejak dini. Strategi deteksi dini dan penyelesaian persuasif ini menjadikan KERUMA sebagai instrumen strategis daerah dalam menjaga stabilitas sosial berbasis keagamaan.

Kebaruan dari inovasi KERUMA terlihat dari transformasi peran FKUB yang semula pasif menjadi lembaga yang progresif, partisipatif, dan advokatif. Tidak hanya menggelar dialog, KERUMA merancang forum sebagai ruang edukasi publik, ajang tukar wawasan, dan sarana penyusunan solusi konkret atas tantangan kerukunan. Kegiatan dilakukan secara berkala dengan jadwal tetap, tema tematik yang aktual, dan pelibatan lintas usia dan generasi. FKUB bahkan menggandeng tokoh pemuda, guru agama, dan pengurus rumah ibadat dalam merumuskan agenda kegiatan. Dalam satu tahun, kegiatan tidak hanya menyasar elite agama tetapi juga masyarakat umum seperti remaja masjid, siswa madrasah, dan pemuda gereja. Pendekatan partisipatif ini terbukti memperluas pemahaman lintas iman secara horizontal, memperkuat jejaring sosial antar kelompok, dan menumbuhkan rasa saling menghormati. Hasil akhir dari proses ini bukan hanya menurunnya potensi konflik, tetapi tumbuhnya budaya damai sebagai kesadaran kolektif masyarakat. Inilah yang menjadikan KERUMA sebagai inovasi sosial yang lebih dari sekadar forum, melainkan sebuah gerakan kultural.

Tahapan pelaksanaan KERUMA dimulai dari pelaksanaan dialog terbuka antarumat dan antar komunitas keagamaan setiap bulan, yang menjadi forum utama penyampaian aspirasi. Aspirasi yang muncul dicatat oleh tim FKUB dan kemudian dikaji dalam rapat internal untuk disusun menjadi rekomendasi kebijakan. Rekomendasi yang telah dirumuskan akan disampaikan kepada Bupati dan dinas teknis, seperti Kesbangpol, Bakesbangpol, atau Bagian Hukum Setda. Setelahnya, dilakukan sosialisasi melalui penyuluhan tatap muka, siaran radio lokal, dan leaflet yang disebar ke rumah ibadah. Kegiatan ini ditutup dengan tindak lanjut lapangan oleh FKUB bersama tokoh agama untuk mendampingi kasus-kasus yang membutuhkan kehadiran langsung. Tahapan ini dilaksanakan secara sinergis dengan Kemenag, Polres, dan kecamatan sehingga memiliki daya jangkau dan legitimasi yang kuat. Seluruh kegiatan tersebut dicatat dalam laporan tahunan yang dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi. KERUMA menegaskan bahwa membangun kerukunan adalah kerja kolektif yang membutuhkan konsistensi, kepercayaan, dan ketulusan dari seluruh pemangku kepentingan.

Tujuan dari hadirnya inovasi KERUMA adalah membangun ruang dialog yang produktif dan terbuka antarumat beragama maupun intra-agama, agar masyarakat memiliki tempat resmi dan terpercaya untuk menyampaikan keresahan atau harapan mereka. Inovasi ini juga mendorong pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai mitra strategis pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas sosial dan keharmonisan kehidupan beragama. KERUMA tidak hanya menitikberatkan pada pengurangan konflik, tetapi juga pada peningkatan pemahaman dan literasi masyarakat mengenai regulasi keagamaan serta nilai-nilai toleransi yang menjadi pilar kehidupan bangsa. Tujuan lainnya adalah meningkatkan peran tokoh agama sebagai agen perdamaian di lingkungannya masing-masing dan bukan hanya sebagai pemimpin ritual keagamaan. Kegiatan ini juga bertujuan mendorong pemahaman lintas iman agar masyarakat bisa menemukan titik temu dari berbagai keyakinan, tanpa harus mengorbankan keyakinan mereka sendiri. Pemerintah daerah melihat bahwa menjaga kerukunan umat bukan semata urusan keagamaan, tetapi merupakan fondasi penting bagi pembangunan sosial dan ekonomi. Dalam jangka panjang, KERUMA diharapkan mampu menjadi model kolaborasi antarkomunitas yang mampu memperkuat ikatan sosial di tengah keberagaman. Semua ini dilakukan demi memastikan bahwa Empat Lawang menjadi rumah damai bagi semua golongan dan pemeluk agama.

Manfaat nyata dari inovasi KERUMA mulai dirasakan oleh masyarakat Empat Lawang secara luas. Masyarakat kini memiliki akses langsung terhadap forum komunikasi yang terbuka dan aman, sehingga keluhan atau aspirasi terkait kehidupan beragama tidak lagi disampaikan melalui jalur informal yang sering memicu kesalahpahaman. FKUB kini lebih aktif dan hadir di tengah masyarakat dalam berbagai forum desa, pertemuan lintas agama, hingga penyelesaian kasus-kasus sensitif di lapangan. Pemerintah daerah pun lebih mudah memetakan potensi kerawanan sosial berbasis agama karena adanya jaringan informasi dari komunitas keagamaan yang terstruktur. Selain itu, KERUMA mendorong pemahaman bahwa menjaga kerukunan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah atau tokoh agama. Banyak tokoh muda dan perempuan juga mulai terlibat dalam dialog, yang selama ini cenderung didominasi oleh tokoh senior atau pemuka adat. Proses ini memperluas cakupan pengaruh inovasi hingga ke level generasi muda dan komunitas minoritas yang sering terpinggirkan. Hal ini membuktikan bahwa KERUMA berhasil menjadi jembatan antar keyakinan dan generasi dalam membangun peradaban damai yang inklusif.

Secara kuantitatif, inovasi KERUMA telah menghasilkan berbagai output penting dalam dua tahun terakhir. Di antaranya adalah terselenggaranya lebih dari sepuluh forum dialog lintas agama yang konsisten, tersusunnya tujuh rekomendasi kebijakan daerah, dan terlaksananya lebih dari lima belas penyuluhan hukum keagamaan di desa-desa. FKUB juga telah memfasilitasi lebih dari sepuluh permohonan pendirian rumah ibadat lintas agama dengan proses yang lancar dan tanpa gesekan. Di samping itu, FKUB berhasil membentuk tim kecil pendampingan masyarakat untuk isu-isu lintas iman, yang terdiri dari tokoh agama, perwakilan masyarakat sipil, dan aparatur pemerintah. Forum ini menjadi tempat konsultasi dan mediasi sebelum sebuah isu berkembang menjadi potensi konflik. Kegiatan-kegiatan ini dicatat dan dilaporkan dalam laporan tahunan FKUB yang disampaikan kepada Bupati sebagai bagian dari monitoring kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa program tidak hanya berjalan secara administratif, tetapi juga diukur secara berkala untuk ditingkatkan efektivitasnya. Dengan demikian, output yang dihasilkan KERUMA bukan hanya bersifat simbolik, tetapi benar-benar operasional dan berdampak nyata di lapangan.

Sementara dari sisi outcome, perubahan sosial yang ditimbulkan oleh KERUMA terlihat dari meningkatnya rasa saling menghormati antar pemeluk agama dan menurunnya jumlah kasus gesekan horizontal terkait keagamaan. Dalam laporan monitoring sosial tahun 2023, FKUB mencatat bahwa terdapat penurunan signifikan dalam potensi konflik yang dipicu oleh isu perbedaan agama atau perizinan rumah ibadah. Kasus-kasus yang dulunya membutuhkan intervensi aparat kini lebih banyak dapat diselesaikan melalui dialog komunitas yang dimediasi oleh FKUB. Masyarakat pun mulai terbiasa menyampaikan pendapat secara sopan dan sesuai prosedur ketika berhadapan dengan perbedaan pendapat atau perbedaan pandangan keyakinan. Ini menjadi indikator kuat bahwa kerukunan tidak hanya dipelihara, tetapi sudah mulai mengakar dalam keseharian warga. FKUB kini dipandang sebagai lembaga yang terpercaya dan responsif, sehingga kehadirannya tidak hanya pada saat konflik, melainkan juga dalam kegiatan edukatif yang mendorong perdamaian. Perubahan budaya ini adalah pencapaian yang luar biasa, mengingat kerukunan tidak bisa dibentuk dalam waktu singkat. Oleh karena itu, outcome KERUMA tidak hanya berwujud data statistik, tetapi juga pada terbentuknya atmosfer sosial yang damai, terbuka, dan menghargai perbedaan.

Dukungan dari berbagai pihak turut memperkuat keberlanjutan program KERUMA. Pemerintah Kabupaten Empat Lawang terus memberikan ruang fiskal dan administratif untuk mendukung operasional FKUB dan pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan program. Selain itu, Kementerian Agama dan unsur kepolisian juga terlibat aktif dalam pengawalan dan pengamanan acara dialog serta pendampingan terhadap isu-isu krusial. Tokoh masyarakat dari berbagai agama menyatakan dukungannya secara terbuka dan bahkan menjadi relawan advokasi damai di lingkungannya masing-masing. Media lokal juga berperan penting dalam menyebarluaskan pesan-pesan damai, toleransi, dan hasil rekomendasi FKUB kepada masyarakat umum. Keterlibatan multipihak ini menjadikan KERUMA sebagai inovasi yang solid secara kelembagaan dan kuat secara jejaring sosial. Rencana ke depan adalah membentuk KERUMA Junior yang melibatkan pelajar dan mahasiswa dalam forum diskusi lintas agama generasi muda. Hal ini diharapkan menjadi investasi sosial jangka panjang dalam membangun fondasi kerukunan dari generasi ke generasi. Dengan pendekatan kolaboratif dan pembinaan berkelanjutan, KERUMA diproyeksikan akan menjadi pilar kerukunan sosial yang tahan terhadap dinamika perubahan zaman.

Sebagai penutup, inovasi KERUMA merupakan wujud nyata dari komitmen Pemerintah Kabupaten Empat Lawang dalam menjaga dan membina kerukunan hidup antarumat beragama sebagai bagian dari tanggung jawab konstitusional dan moral. Dengan menggabungkan pendekatan dialog, advokasi kebijakan, literasi hukum, dan keterlibatan komunitas, KERUMA telah menjadi model inovasi pelayanan publik yang layak dijadikan praktik baik di tingkat nasional. Di tengah maraknya tantangan intoleransi dan radikalisme, KERUMA menjawab dengan cara yang sederhana namun strategis: membangun komunikasi, menanamkan pemahaman, dan memperkuat jejaring antariman. Inovasi ini membuktikan bahwa harmoni sosial bukanlah impian, tetapi bisa diwujudkan melalui langkah-langkah konkrit yang dikerjakan bersama-sama secara konsisten. Dengan terus dikembangkan dan direplikasi di daerah lain, KERUMA berpotensi menjadi simbol kekuatan persatuan dalam keberagaman yang menjadi ciri khas Indonesia. Maka tidak berlebihan jika dikatakan, Empat Lawang melalui KERUMA sedang merintis jalan menuju Indonesia yang damai, toleran, dan bersatu dalam bingkai keberagaman yang luhur.