SI BIBIR MERAH Permudah Perizinan Usaha di Kabupaten Empat Lawang

Pelayanan publik di bidang perizinan kerap kali diidentikkan dengan prosedur yang rumit, waktu tunggu yang panjang, serta akses yang terbatas, terutama bagi masyarakat yang tinggal jauh dari pusat kota. Di Kabupaten Empat Lawang, masalah tersebut menjadi perhatian serius pemerintah daerah, mengingat banyaknya potensi pelaku usaha di desa-desa yang belum memiliki legalitas usaha karena kesulitan dalam mengakses sistem OSS (Online Single Submission). Dalam merespons kondisi tersebut, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Empat Lawang meluncurkan sebuah inovasi strategis yang dinamai “SI BIBIR MERAH” atau Sistem Izin Berbasis Risiko Memudahkan, Transparan dan Terarah. Inovasi ini menjadi solusi digital yang tidak hanya menyesuaikan dengan kebijakan pusat, tetapi juga menjawab kebutuhan lokal dengan mendekatkan pelayanan langsung ke tingkat kecamatan. SI BIBIR MERAH memanfaatkan teknologi informasi untuk mempercepat proses perizinan, sekaligus memberdayakan camat dan operator kecamatan sebagai fasilitator layanan. Dengan pendekatan berbasis risiko sesuai PP No. 5 Tahun 2021, sistem ini memastikan bahwa pelaku usaha dengan risiko rendah dapat mengurus izin lebih cepat dan sederhana. Tak hanya itu, pelayanan perizinan ini juga disertai dengan pelatihan, pendampingan, serta kanal pengaduan untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas proses. Sejak diterapkan, program ini berhasil mendorong peningkatan signifikan jumlah izin usaha terbit, dan memperluas cakupan legalitas hingga ke desa-desa terpencil

Dengan semangat pelayanan publik yang inklusif dan berorientasi pada kemudahan, SI BIBIR MERAH hadir sebagai sistem digital yang mengintegrasikan OSS nasional dengan layanan lokal yang langsung menyentuh masyarakat di tingkat kecamatan. Operator yang ditugaskan di setiap kecamatan diberikan pelatihan teknis tentang prosedur pendaftaran, pendampingan pengisian data, dan pengunggahan dokumen melalui OSS berbasis risiko, sehingga masyarakat tidak lagi merasa kebingungan atau kesulitan saat mengurus izin. Sistem ini juga menyediakan informasi jenis-jenis perizinan usaha dan persyaratan yang dibutuhkan melalui laman resmi DPMPTSP Kabupaten Empat Lawang, yang terhubung dengan OSS pusat, menjadikan prosesnya jauh lebih efisien dibanding metode konvensional. Selain itu, SI BIBIR MERAH memperkenalkan kanal pengaduan online dan fitur pelacakan status perizinan, yang secara langsung meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perizinan pemerintah. Tidak kalah penting, sistem ini juga disertai dengan pendelegasian kewenangan kepada camat melalui Keputusan Bupati, sehingga pelayanan tidak harus selalu terpusat di ibu kota kabupaten. Dengan ini, masyarakat di daerah terpencil atau desa-desa di pegunungan sekalipun kini bisa mendapatkan layanan yang setara dengan masyarakat di pusat kota, tanpa perlu menempuh perjalanan jauh. Sebagai hasilnya, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekonomi yang legal meningkat, dan peran kecamatan sebagai ujung tombak pelayanan semakin dioptimalkan. Inilah yang menjadikan SI BIBIR MERAH sebagai bentuk nyata dari desentralisasi pelayanan yang adaptif, cepat, dan relevan terhadap kondisi lokal.

Dari sisi kebijakan, inovasi SI BIBIR MERAH menjadi bagian dari strategi percepatan pelayanan publik sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mewajibkan setiap daerah untuk menerapkan sistem perizinan berbasis risiko demi kemudahan berusaha. Implementasi inovasi ini juga selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, serta Peraturan Menteri Investasi/BKPM yang menjadi dasar teknis dari pelaksanaan OSS RBA (Risk Based Approach) di seluruh Indonesia. Namun yang membedakan Kabupaten Empat Lawang dari daerah lain adalah kemampuannya untuk mengadaptasi sistem nasional tersebut ke dalam praktik lokal melalui penguatan kapasitas operator di kecamatan, serta pendampingan langsung kepada pelaku usaha mikro dan kecil. Hal ini menunjukkan adanya kesinambungan antara regulasi nasional dan solusi lokal yang aplikatif, yang sekaligus mempercepat realisasi visi pembangunan daerah yang inklusif dan berdaya saing. Pihak DPMPTSP menyatakan bahwa penguatan peran camat dan pemanfaatan teknologi informasi dalam sistem SI BIBIR MERAH telah memangkas waktu pengurusan izin dari rata-rata 14 hari menjadi hanya 3–5 hari kerja. Dengan efisiensi waktu dan peningkatan akses, maka peluang pertumbuhan UMKM dan investasi lokal pun menjadi lebih besar. Sistem ini juga dilengkapi dengan SOP digital dan dokumentasi proses perizinan yang dapat diakses oleh instansi pengawas seperti Inspektorat dan BPK untuk memastikan tidak adanya pelanggaran dalam proses pelayanan. Inovasi ini tak hanya menjanjikan kemudahan teknis, tetapi juga memperkuat prinsip akuntabilitas dalam pelayanan publik.

Perubahan pola pelayanan ini tentu tak terlepas dari latar belakang tantangan yang selama ini dihadapi oleh pelaku usaha di Empat Lawang, terutama mereka yang berada di kecamatan perbatasan atau wilayah pegunungan dengan akses internet yang terbatas. Dalam kondisi sebelumnya, banyak pelaku UMKM tidak memahami sistem OSS atau bahkan tidak memiliki perangkat dan koneksi internet untuk mengakses layanan digital, yang membuat legalitas usaha menjadi hal yang jauh dari jangkauan mereka. Keadaan ini membuat usaha-usaha kecil seperti warung kelontong, peternakan rumahan, bengkel, dan usaha kerajinan tidak memiliki perlindungan hukum yang sah dan kesulitan mengakses bantuan pemerintah. Melalui inovasi SI BIBIR MERAH, para pelaku usaha tersebut kini difasilitasi oleh petugas yang siap membantu proses input data secara manual dan melakukan pendampingan digital di kecamatan. Proses pendataan dan input dilakukan oleh operator kecamatan yang telah dilatih oleh DPMPTSP, sementara hasilnya langsung tersimpan dalam sistem OSS nasional. Tak hanya itu, dalam beberapa kasus, inovasi ini juga membantu masyarakat untuk merevisi dokumen legalitas yang sudah kedaluwarsa atau salah input tanpa harus ke kabupaten. Hal ini sangat membantu masyarakat untuk memahami arti penting legalitas usaha dan sekaligus menjadikan mereka bagian dari sistem perizinan nasional yang sah. Inilah yang kemudian mempercepat peralihan dari ekonomi informal menuju ekonomi yang terdaftar dan terlindungi hukum.

Dari aspek dampak, data menunjukkan peningkatan signifikan dalam penerbitan izin usaha sejak SI BIBIR MERAH diterapkan secara menyeluruh. Tahun 2022, tercatat 632 izin diterbitkan di seluruh kabupaten; namun setelah sistem ini berjalan, angka tersebut melonjak menjadi 867 di 2023, dan hingga pertengahan 2024 telah mencapai 1.273 izin baru yang sah dan terdokumentasi dalam OSS pusat. Peningkatan ini menjadi indikator keberhasilan program dalam menjawab hambatan klasik layanan publik, khususnya pada dimensi keterjangkauan, kecepatan, dan kualitas informasi. Selain itu, masyarakat menunjukkan antusiasme tinggi terhadap layanan berbasis kecamatan ini karena selain lebih dekat secara geografis, proses yang dilalui juga lebih jelas dan terarah berkat bimbingan langsung dari petugas kecamatan. Laporan internal DPMPTSP menyebutkan bahwa sebanyak 10 kecamatan telah menjadi titik layanan aktif dengan masing-masing memiliki satu hingga dua operator yang difungsikan sebagai fasilitator perizinan masyarakat. Sistem pelaporan dan dokumentasi izin juga telah dibenahi dan terdigitalisasi, memungkinkan monitoring berkala terhadap distribusi izin, waktu proses, dan sektor usaha dominan di masing-masing kecamatan. Hal ini membantu pemerintah dalam menyusun kebijakan sektoral yang lebih tepat sasaran. SI BIBIR MERAH pun mendapat apresiasi dari forum inovasi pelayanan publik tingkat provinsi karena dinilai mampu menjangkau lapisan terbawah masyarakat dengan pendekatan sistemik dan berbasis data

Kesuksesan inovasi SI BIBIR MERAH juga tidak lepas dari komitmen Pemerintah Kabupaten Empat Lawang dalam mendukung digitalisasi layanan dan reformasi birokrasi yang nyata dan berdampak luas. Pemerintah daerah tidak hanya berhenti pada pengembangan sistem, tetapi juga berinvestasi dalam penguatan kapasitas SDM lokal, mulai dari pelatihan teknis, penyusunan SOP, hingga mekanisme evaluasi kinerja operator secara berkala. Dalam setiap triwulan, DPMPTSP menyelenggarakan forum koordinasi dengan camat dan operator untuk memastikan bahwa pelayanan tetap responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sekaligus melakukan troubleshooting terhadap kendala teknis seperti jaringan internet dan perangkat. Pendekatan ini membangun budaya kerja yang kolaboratif antara kabupaten dan kecamatan, yang selama ini terkesan vertikal dan birokratis. Selain itu, SI BIBIR MERAH memperkenalkan sistem feedback warga secara daring melalui Google Form dan Whatsapp Center, yang memungkinkan masyarakat memberikan masukan, aduan, maupun testimoni atas pelayanan yang diterima. Dengan demikian, pelayanan perizinan tidak hanya menjadi kewajiban administratif, tetapi berubah menjadi jembatan relasi yang sehat antara masyarakat dan pemerintah daerah.

Dari sisi kebermanfaatan, masyarakat kini merasa jauh lebih percaya diri dalam menjalankan usaha karena telah memiliki legalitas yang sah dan diakui negara. Banyak pelaku usaha kecil yang sebelumnya enggan mengurus izin karena takut rumit dan mahal, kini merasa terbantu karena seluruh layanan diberikan secara gratis dan difasilitasi hingga tuntas oleh petugas kecamatan. Bahkan beberapa warga menyebut bahwa mereka baru menyadari pentingnya izin usaha setelah mengikuti pelatihan yang digelar dalam rangka sosialisasi SI BIBIR MERAH. Kegiatan ini juga melibatkan perangkat desa dan tokoh masyarakat sebagai agen promosi yang mendorong pelaku usaha lain untuk turut mendaftar. Di berbagai kecamatan, muncul kelompok-kelompok UMKM binaan yang mulai berkembang setelah memiliki izin resmi dan bisa mengakses program bantuan atau pelatihan dari instansi lain. Dengan legalitas tersebut, pelaku usaha bisa membuat NIB (Nomor Induk Berusaha), mendaftar ke program Kredit Usaha Rakyat, hingga menjalin kemitraan dengan lembaga swasta maupun BUMDes. Inovasi ini juga menjadi pemicu tumbuhnya ekonomi lokal yang berbasis pada partisipasi warga dan akses layanan yang setara. Bagi banyak warga desa, ini adalah pertama kalinya mereka merasa dilibatkan dan diberdayakan oleh sistem pelayanan publik yang berpihak pada rakyat kecil.

Lebih jauh, SI BIBIR MERAH juga berdampak terhadap pembaruan basis data pelaku usaha yang selama ini belum terdokumentasi secara rapi dan terintegrasi. Dengan sistem digital berbasis OSS, seluruh data usaha, pemilik, lokasi, dan sektor kegiatan kini tercatat secara real time dan bisa diakses oleh perangkat daerah untuk perencanaan sektor ekonomi lokal. Hal ini membantu dalam pemetaan potensi ekonomi per kecamatan, sehingga alokasi anggaran pembinaan, pelatihan, atau pemberdayaan bisa lebih tepat sasaran. Selain itu, data ini juga digunakan oleh Bappeda dan instansi lain untuk menyusun indikator makro daerah yang lebih presisi, karena telah memiliki landasan data usaha riil di lapangan. Dengan demikian, SI BIBIR MERAH tidak hanya sebatas pelayanan, tetapi telah menjadi fondasi sistem informasi ekonomi mikro yang kokoh dan dapat diandalkan. Ini menunjukkan bagaimana sebuah inovasi pelayanan publik dapat menghasilkan efek berganda (multiplier effect) pada tata kelola pemerintahan yang lebih berbasis data. Pemerintah daerah juga lebih mudah menyusun prioritas program pembinaan UMKM, karena memiliki data sektor unggulan dan persebaran usaha di wilayahnya. Transparansi ini memperkuat prinsip keterbukaan informasi publik sekaligus mempersempit ruang bagi perizinan informal yang tidak tercatat.

Dari aspek pengakuan eksternal, SI BIBIR MERAH telah mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk lembaga evaluasi inovasi publik di tingkat provinsi dan nasional. Dalam Forum Inovasi Pelayanan Publik Sumatera Selatan 2024, SI BIBIR MERAH dinobatkan sebagai salah satu inovasi pelayanan publik terbaik karena dinilai berhasil menjawab tantangan disparitas wilayah dalam perizinan. Tim penilai menyebut inovasi ini sebagai bentuk nyata penerjemahan regulasi pusat ke dalam format lokal yang efektif, murah, dan memberdayakan. Selain itu, DPMPTSP Kabupaten Empat Lawang juga mendapat undangan untuk mempresentasikan inovasi ini dalam forum koordinasi pelayanan perizinan nasional, sebagai praktik baik yang layak direplikasi di kabupaten lain. Keberhasilan ini tidak hanya membanggakan, tetapi juga menunjukkan bahwa inovasi tidak selalu harus rumit dan mahal, asalkan mampu menjawab kebutuhan nyata masyarakat dengan pendekatan yang kontekstual. SI BIBIR MERAH menjadi bukti bahwa pelayanan publik yang cepat, mudah, dan murah dapat diwujudkan jika ada kemauan politik dan kolaborasi lintas sektor. Pengakuan ini diharapkan menjadi motivasi tambahan bagi semua pelaksana di lapangan untuk terus menjaga kualitas pelayanan dan memperluas jangkauan layanan secara berkelanjutan.

Pemerintah Kabupaten Empat Lawang berkomitmen untuk terus memperluas cakupan SI BIBIR MERAH ke seluruh kecamatan yang belum aktif sepenuhnya. Saat ini telah tersedia 10 titik layanan aktif, namun target ke depan adalah 20 titik layanan yang tersebar di seluruh wilayah, termasuk desa-desa yang terpencil dan memiliki aksesibilitas rendah. Untuk itu, rencana pengadaan perangkat, peningkatan kapasitas SDM, dan perluasan jaringan internet tengah dipersiapkan secara bertahap melalui alokasi anggaran dan dukungan program provinsi. Selain itu, DPMPTSP tengah menjajaki kerja sama dengan penyedia layanan internet lokal untuk mendukung konektivitas sistem OSS di kecamatan. Dengan dukungan penuh dari semua pihak, SI BIBIR MERAH diyakini akan menjadi pondasi pelayanan perizinan masa depan yang lebih inklusif dan modern. Harapannya, bukan hanya izin yang semakin mudah, tetapi juga kesejahteraan masyarakat yang meningkat secara merata.

Dengan berbagai keunggulan, dampak, dan potensi pengembangan ke depan, SI BIBIR MERAH telah menandai babak baru pelayanan publik yang memadukan prinsip digitalisasi, desentralisasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam satu sistem yang terstruktur dan terukur. Kehadiran inovasi ini tidak hanya mempercepat layanan perizinan, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya masyarakat kepada institusi pemerintah sebagai pelayan, bukan penguasa. Di tengah tantangan pelayanan publik yang makin kompleks dan ekspektasi warga yang semakin tinggi, SI BIBIR MERAH membuktikan bahwa pelayanan publik yang baik harus hadir langsung ke warga, bukan menunggu warga datang. Inilah bentuk konkret dari semangat pelayanan yang tidak hanya administratif, tetapi juga membangun relasi kepercayaan dan keberpihakan pada pelaku usaha kecil. Dengan terus mengembangkan sistem, memperluas titik layanan, dan menjaga semangat kolaborasi, SI BIBIR MERAH akan terus menjadi role model pelayanan perizinan yang membumi, berdampak, dan adaptif terhadap tantangan masa depan. Kabupaten Empat Lawang telah mengambil langkah yang tepat dalam memperkuat fondasi transformasi digital di sektor pelayanan publik. Inovasi ini layak diapresiasi sebagai tonggak pelayanan perizinan yang inklusif, menjangkau hingga ke akar rumput, dan memastikan tidak ada pelaku usaha yang tertinggal dalam aru