PEKAN RAYA: Gerakan Edukasi Masyarakat Empat Lawang dalam Menghidupkan Kembali Bank Sampah

Pemerintah Kabupaten Empat Lawang melalui Dinas Lingkungan Hidup menghadirkan sebuah inovasi pelayanan publik bertajuk PEKAN RAYA (Pelatihan Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pengolahan Persampahan), yang dirancang sebagai upaya membangun kembali kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis komunitas. Inovasi ini lahir dari kondisi riil di lapangan, di mana sebagian besar bank sampah di Empat Lawang tidak lagi aktif, dan volume sampah rumah tangga terus meningkat tanpa pengelolaan yang baik. Padahal, dengan pendekatan yang tepat, pengelolaan sampah dapat menjadi sumber manfaat ekonomi dan menciptakan lingkungan yang bersih serta sehat. PEKAN RAYA hadir tidak hanya sebagai program pelatihan teknis, tetapi juga sebagai gerakan edukatif yang bertujuan mengubah pola pikir masyarakat terhadap sampah sebagai tanggung jawab bersama. Program ini melibatkan kader-kader bank sampah dari lima kecamatan yang sebelumnya pasif, untuk mengikuti pelatihan langsung mengenai pemilahan, pengolahan, serta pemanfaatan sampah. Dengan metode pelatihan berjenjang dan diskusi komunitas, peserta tidak hanya belajar teori, tetapi juga langsung praktik lapangan di titik lokasi. Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk membangkitkan kembali bank sampah yang mati suri, sekaligus menciptakan forum baru kolaboratif di bidang lingkungan. Inovasi ini tidak hanya menyasar lingkungan sebagai objek program, tetapi menjadikan masyarakat sebagai subjek utama dalam perubahan menuju pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Salah satu tantangan serius yang mendorong munculnya inovasi ini adalah semakin bertambahnya volume sampah rumah tangga, yang meningkat hingga 18% pada tahun 2023, terutama di kawasan padat penduduk Kabupaten Empat Lawang. Sampah anorganik seperti plastik, kemasan, dan limbah rumah tangga lainnya masih banyak yang berakhir di TPA tanpa melalui proses pemilahan dan daur ulang. Ironisnya, lima bank sampah yang sebelumnya digagas dengan semangat gotong royong, justru mati suri karena kurangnya pendampingan, pemahaman teknis, dan semangat kolektif dari masyarakat. Ketiadaan kegiatan pelatihan yang berkelanjutan membuat para kader kehilangan arah dalam menjalankan peran sebagai penggerak lingkungan. Padahal, Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 telah mengamanatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pemerintah menyadari bahwa strategi regulasi saja tidak cukup, tetapi dibutuhkan pendekatan langsung, partisipatif, dan mengedepankan kearifan lokal untuk mengaktifkan kembali sistem pengelolaan sampah berbasis komunitas. Melalui PEKAN RAYA, ruang-ruang edukatif kembali dibuka untuk masyarakat agar dapat memahami pentingnya memilah, mengolah, dan memanfaatkan sampah secara mandiri. Hasil pelatihan pun langsung berdampak: dua dari lima bank sampah yang sebelumnya tidak aktif, kini mulai beroperasi kembali secara mandiri dengan dukungan komunitas.

PEKAN RAYA memperkenalkan pendekatan pelatihan lapangan secara langsung kepada kader dan masyarakat melalui skema pelatihan teknis, diskusi terbuka, dan praktik nyata di lokasi kegiatan. Berbeda dari program sejenis yang hanya mengandalkan seminar atau ceramah di ruangan, PEKAN RAYA menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pelatihan, mulai dari pemetaan jenis sampah, praktik pengolahan kompos, hingga membuat kerajinan tangan dari limbah plastik. Kegiatan ini juga melibatkan fasilitator dari forum bank sampah dan aktivis lingkungan, sehingga pengalaman lapangan menjadi bekal nyata yang bisa diterapkan peserta setelah pelatihan berakhir. Metode ini membangun kepercayaan diri kader bank sampah untuk kembali aktif dan menyebarkan pengetahuan kepada warga di lingkungannya. Edukasi yang diberikan mencakup nilai ekonomi dari sampah, pemanfaatan bahan daur ulang, dan peluang wirausaha berbasis lingkungan yang sederhana namun berdampak. Dengan pendekatan dialogis dan gotong royong, masyarakat tidak lagi melihat sampah sebagai masalah semata, tetapi sebagai sumber daya yang dapat dikelola dengan bijak. Hal inilah yang menjadi nilai kebaruan dari PEKAN RAYA, karena tidak hanya mengedepankan teknis, tetapi juga memperkuat motivasi sosial dan ekonomi warga. Kegiatan ini juga membuka ruang sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha lokal dalam memperkuat jejaring pengelolaan sampah secara terpadu.

Proses pelaksanaan inovasi ini dimulai dari identifikasi lokasi bank sampah yang tidak aktif melalui survei dan koordinasi dengan kepala desa dan pengurus bank sampah yang masih terdaftar. Pemerintah membentuk tim pelaksana inovasi melalui SK resmi yang bertugas menyusun modul pelatihan, menyusun jadwal kegiatan, dan melakukan pendekatan awal kepada masyarakat sasaran. Kegiatan pelatihan dilakukan secara bergiliran di lima kecamatan dengan melibatkan 10–15 orang kader dan relawan lingkungan di setiap titik. Dalam pelatihan, peserta diajarkan teknik pemilahan sampah organik dan anorganik, cara pembuatan kompos sederhana, serta pembuatan produk kerajinan dari bahan bekas seperti tas belanja, pot tanaman, dan suvenir. Setelah pelatihan selesai, peserta diberikan alat bantu sederhana seperti sarung tangan, sekop, dan ember pengomposan untuk memulai praktik langsung di rumah masing-masing. Tim pelaksana melakukan kunjungan lanjutan untuk melihat sejauh mana pelatihan diimplementasikan di komunitas, serta mengumpulkan data capaian dan dokumentasi kegiatan. Dalam beberapa titik lokasi, muncul inisiatif baru seperti pembentukan kelompok penggerak sampah di tingkat RT yang secara sukarela mengelola sampah rumah tangga bersama warga. Proses ini menunjukkan bahwa pelatihan tidak berhenti sebagai kegiatan formal, tetapi menjadi pemantik bagi gerakan kolektif berbasis warga yang berkelanjutan.

Dari sisi tujuan, PEKAN RAYA ingin menciptakan ruang belajar yang partisipatif dan membangun kapasitas masyarakat dalam mengelola sampah dengan prinsip reduce, reuse, dan recycle (3R). Program ini bertujuan untuk mengaktifkan kembali bank-bank sampah yang mati suri, menumbuhkan semangat gotong royong dalam pengelolaan lingkungan, serta menghubungkan masyarakat dengan peluang ekonomi berbasis limbah rumah tangga. Kegiatan ini juga menekankan bahwa pengelolaan sampah bukan hanya urusan petugas kebersihan atau pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama yang harus dimulai dari rumah tangga. Dengan adanya pelatihan langsung dan pendampingan pasca-pelatihan, masyarakat memiliki pengetahuan, keterampilan, dan motivasi untuk menjadi pelaku utama dalam pengelolaan sampah. Pemerintah berharap program ini dapat menurunkan volume sampah yang masuk ke TPA, serta meningkatkan peran serta warga dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Selain itu, inovasi ini juga membuka ruang dialog antara warga dan pemerintah desa dalam menyusun kebijakan lokal tentang pengelolaan sampah berbasis komunitas. PEKAN RAYA tidak hanya membentuk kader lingkungan, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kolaborasi dan kesadaran kolektif terhadap pentingnya hidup bersih dan sehat. Melalui program ini, Kabupaten Empat Lawang melangkah menuju tatanan lingkungan yang lebih terkelola, mandiri, dan partisipatif

Manfaat dari inovasi PEKAN RAYA terasa langsung di masyarakat, khususnya di lingkungan kader bank sampah yang sebelumnya pasif namun kini mulai menunjukkan inisiatif. Kader-kader yang telah mengikuti pelatihan mengungkapkan bahwa mereka mendapatkan pemahaman teknis baru dan kepercayaan diri untuk kembali menjalankan aktivitas pengelolaan sampah. Masyarakat yang semula abai terhadap kewajiban memilah sampah, kini mulai terbiasa memisahkan sampah organik dan anorganik di rumah. Proses ini tidak terjadi secara instan, melainkan melalui pendekatan persuasif dan dialog yang dibangun selama pelatihan berlangsung. Beberapa kelompok bahkan mulai mengembangkan produk hasil olahan sampah seperti kompos, pot tanaman dari botol bekas, serta tas belanja dari kemasan sachet, sebagai upaya kecil wirausaha berbasis daur ulang. Perubahan perilaku ini menunjukkan bahwa pendekatan non-digital, bila dilakukan secara menyentuh dan berkesinambungan, mampu membentuk kebiasaan positif dalam jangka panjang. Inilah kekuatan utama dari PEKAN RAYA—membangkitkan kesadaran warga bukan lewat perintah, tetapi lewat pelibatan, pengakuan, dan pembelajaran bersama. Pemerintah pun menyambut baik inisiatif warga dengan memberikan insentif alat daur ulang ringan sebagai bentuk penghargaan dan pemacu semangat.

Secara output, PEKAN RAYA telah menghasilkan pelatihan komunitas di lima kecamatan dengan melibatkan lebih dari 70 peserta aktif dari latar belakang pengurus bank sampah, kader lingkungan, dan warga umum. Kegiatan ini mencetak setidaknya dua bank sampah yang kembali aktif dan melakukan proses daur ulang secara mandiri dengan supervisi ringan dari pemerintah. Selain itu, tercipta pula jaringan komunikasi antar kader yang terwadahi dalam forum bank sampah lintas kecamatan, memungkinkan pertukaran pengalaman dan solusi atas tantangan lapangan. Produk hasil daur ulang mulai dipasarkan dalam skala lokal, seperti pupuk kompos untuk kebun sekolah dan suvenir berbahan limbah non-organik. Pemerintah mencatat penurunan volume sampah organik yang dibuang ke TPS di dua lokasi pelatihan sebesar 12% dalam tiga bulan pascapelatihan. Dalam aspek administrasi, dokumentasi pelatihan dan laporan kegiatan disusun sebagai bagian dari laporan capaian inovasi daerah dan pelengkap penilaian kinerja dinas teknis. Dengan indikator keberhasilan yang jelas dan bisa diverifikasi, inovasi ini menjadi salah satu program unggulan DLH dalam membumikan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Semua kegiatan tersebut membuktikan bahwa PEKAN RAYA bukan sekadar program pelatihan, tetapi sebuah gerakan yang telah menorehkan capaian nyata di lapangan.

Outcome dari PEKAN RAYA terlihat dari meningkatnya kesadaran kolektif warga terhadap pentingnya pemilahan dan pengelolaan sampah secara mandiri, serta tumbuhnya semangat komunitas dalam menjaga kebersihan lingkungan. Masyarakat kini lebih terbuka untuk berdialog dengan pemerintah desa tentang persoalan lingkungan dan ikut serta merumuskan solusi, termasuk melalui pembentukan kelompok kerja berbasis RT atau RW. Beberapa kader bahkan telah menginisiasi pelatihan ulang secara swadaya di lingkungannya, memperluas dampak program tanpa menunggu anggaran lanjutan dari pemerintah. Pemerintah daerah mendapatkan masukan konkret dari lapangan berupa kebutuhan teknis, kelonggaran regulasi, dan perlunya dukungan fasilitas daur ulang skala kecil di tiap desa. Semangat kolaboratif ini mendorong pengembangan kebijakan daerah yang lebih responsif terhadap potensi masyarakat dalam menangani sampah secara mandiri. Dengan modal edukasi dan praktik langsung, warga Empat Lawang kini menjadi pelaku aktif dalam menciptakan lingkungan bersih, sehat, dan berkelanjutan. PEKAN RAYA pun menjadi inspirasi bagi OPD lain untuk merancang inovasi serupa yang menekankan pemberdayaan komunitas dan perubahan perilaku sebagai fokus utama. Jika program ini diperluas dan diperkuat secara kelembagaan, maka Empat Lawang berpotensi menjadi salah satu kabupaten percontohan dalam pengelolaan persampahan berbasis partisipasi masyarakat.

Lebih dari sekadar program lingkungan, PEKAN RAYA adalah pendekatan baru dalam membangun hubungan yang setara antara pemerintah dan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan publik. Inovasi ini menunjukkan bahwa solusi atas masalah persampahan tidak harus selalu berbasis teknologi tinggi, tetapi bisa berawal dari ruang diskusi kecil, kerja kolektif, dan keberanian untuk berubah. Setiap pelatihan dalam PEKAN RAYA mengandung semangat gotong royong yang selama ini menjadi kekuatan utama masyarakat lokal, dan inilah yang membedakan inovasi ini dengan pendekatan teknokratis yang kadang kurang membumi. Pemerintah tidak datang sebagai pengatur, tetapi sebagai fasilitator yang belajar bersama warga dan menyesuaikan langkah dengan kondisi sosial dan budaya yang ada. Pendekatan seperti ini memberi dampak yang lebih dalam, karena menyentuh nilai-nilai bersama dan membangun ikatan sosial baru dalam komunitas. Bank sampah tidak lagi dilihat sebagai proyek instan, tetapi sebagai simbol kebangkitan kesadaran warga dalam menjaga bumi mereka sendiri. Ketika masyarakat mulai memilah sampah dari rumah, maka sesungguhnya mereka sedang ikut serta menyusun fondasi peradaban yang lebih berkelanjutan. Dan PEKAN RAYA adalah kendaraan yang membawa harapan tersebut menyentuh kenyataan.

Dengan capaian yang telah terbukti, semangat kolaboratif yang menguat, serta potensi replikasi yang besar, PEKAN RAYA layak disebut sebagai salah satu inovasi unggulan Kabupaten Empat Lawang di bidang lingkungan hidup. Program ini telah menjawab isu strategis daerah dengan cara yang sederhana, menyentuh, dan berdampak langsung pada perilaku serta kondisi riil masyarakat. Pemerintah daerah berkomitmen menjadikan program ini sebagai bagian dari strategi jangka panjang dalam RPJMD 2021–2026 untuk memperkuat pilar pembangunan berwawasan lingkungan. Perencanaan lanjutan akan mencakup integrasi PEKAN RAYA ke dalam program sekolah adiwiyata, gerakan zero waste desa, serta pembentukan unit produksi kompos terpadu berbasis bank sampah. Langkah ini tidak hanya akan memperluas jangkauan inovasi, tetapi juga memperkuat kemandirian masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sampah secara berkelanjutan. Dengan menjadikan masyarakat sebagai bagian dari solusi, bukan sekadar objek kebijakan, PEKAN RAYA telah menanamkan nilai tanggung jawab lingkungan di akar rumput. Ketika sampah tidak lagi dianggap beban, tetapi sumber daya, maka sesungguhnya perubahan telah dimulai. Dan dari sudut-sudut desa di Kabupaten Empat Lawang, gerakan kecil ini kini mulai membesar, membawa semangat bersih-bersih bukan hanya ke halaman rumah, tetapi ke masa depan bersama yang lebih hijau dan lestari