PENDEKAR B’TUA: Gerakan Literasi Al-Qur’an dan Pembentukan Karakter Islami di Lintang Kanan

Di tengah arus modernisasi dan penetrasi teknologi informasi yang begitu masif, perhatian terhadap pendidikan keagamaan, khususnya kemampuan baca tulis Al-Qur’an di kalangan generasi muda, kerap terpinggirkan dari agenda prioritas pembangunan karakter. Di Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Empat Lawang, permasalahan ini mencuat ketika Kantor Urusan Agama (KUA) setempat menemukan masih banyaknya anak usia sekolah dasar hingga remaja yang belum mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, bahkan sebagian besar belum mengenal huruf hijaiyah. Kondisi ini tentu menjadi keprihatinan bersama karena literasi Al-Qur’an bukan hanya soal kemampuan teknis membaca, tetapi juga menjadi pintu masuk utama dalam membangun akhlak, spiritualitas, dan identitas moral anak bangsa. Kurangnya akses terhadap pendidikan agama nonformal, seperti TPA/TPQ, dan rendahnya keterlibatan keluarga dalam membimbing anak belajar agama menjadi faktor dominan di balik lemahnya fondasi keagamaan ini. Tak hanya itu, pelajaran agama di sekolah formal yang hanya berlangsung beberapa jam seminggu juga belum cukup untuk mengembangkan kemampuan baca tulis Al-Qur’an secara mendalam. Kekosongan inilah yang kemudian mendorong KUA Lintang Kanan merumuskan inovasi strategis yang mampu menjawab tantangan tersebut secara sistematis dan kolaboratif. Dari situlah lahir gagasan inovasi pendidikan yang diberi nama PENDEKAR B’TUA atau Pendidikan dengan Karakter Baca Tulis Al-Qur’an. Inovasi ini tidak hanya menyentuh aspek literasi, tetapi juga menyatu dalam gerakan penguatan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai keislaman yang relevan dengan kebutuhan zaman.

PENDEKAR B’TUA hadir dengan semangat membangun ekosistem pendidikan yang melibatkan tiga pilar utama, yaitu sekolah, rumah, dan masjid sebagai pusat pembelajaran akidah dan akhlak. Program ini dirancang untuk mengatasi keterputusan antara pendidikan agama formal dan praktik keagamaan dalam kehidupan sehari-hari melalui pendekatan pembiasaan dan keteladanan. Dalam implementasinya, anak-anak dibentuk dalam kelompok belajar kecil yang dipandu oleh guru PAI dan ustaz dari TPQ setempat, dengan target capaian yang jelas dan terukur. Pembelajaran dilakukan tidak hanya di ruang kelas atau TPA, tetapi juga di rumah-rumah warga dan masjid desa yang difungsikan sebagai tempat tahsin dan tahfiz yang menyenangkan. Modul yang digunakan dirancang khusus agar mudah dipahami anak-anak dan mengandung muatan nilai karakter seperti kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan cinta ilmu. Guru dan pendamping diberikan pelatihan intensif oleh KUA agar mampu menyampaikan materi dengan metode interaktif dan komunikatif sesuai perkembangan psikologi anak. Kegiatan tilawah bersama dan peer-learning menjadi pendekatan pembelajaran yang menyatukan aspek spiritual, sosial, dan emosional anak dalam suasana yang akrab dan positif. Dengan melibatkan keluarga secara aktif dalam proses belajar anak, program ini berhasil membangun ekosistem pendidikan yang berdaya dan berkelanjutan.

KUA Lintang Kanan tidak hanya menggagas ide, tetapi juga menjalankan proses identifikasi kebutuhan dan pemetaan peserta secara menyeluruh berdasarkan data sekolah dan masjid di wilayahnya. Sebanyak 126 anak terlibat dalam tahap awal program ini, dengan pembagian kelompok belajar di 6 sekolah dan 5 masjid yang tersebar di desa-desa. Proses pembelajaran dilakukan secara berkala dan terjadwal, disesuaikan dengan kondisi masing-masing lembaga pendidikan dan komunitas. Evaluasi dilakukan setiap bulan untuk menilai peningkatan kemampuan baca tulis Al-Qur’an serta perkembangan karakter peserta, dengan metode penilaian yang fleksibel dan berorientasi pada proses. Pendampingan dari guru dan ustaz dilengkapi dengan jurnal pembinaan yang mencatat kemajuan individu peserta dan tantangan yang dihadapi. Orang tua juga mendapatkan panduan sederhana tentang cara mendampingi anak belajar di rumah agar proses pembelajaran tidak berhenti di luar jam kegiatan kelompok. Modul pembelajaran dibuat ringkas namun padat muatan, dengan konten ayat-ayat pendek, latihan menulis huruf hijaiyah, dan pemahaman sederhana tentang nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Dengan strategi ini, PENDEKAR B’TUA menjadi program yang terstruktur, mudah direplikasi, dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal masing-masing desa atau kecamatan.

Dalam waktu enam bulan sejak penerapan awal, hasil yang dicapai oleh program ini menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan, baik dari sisi akademik maupun karakter peserta. Berdasarkan laporan Semester I tahun 2023, sebanyak 87 anak telah menunjukkan peningkatan kemampuan membaca Al-Qur’an secara tartil dan benar sesuai kaidah tajwid. Tak hanya itu, para guru dan orang tua mencatat adanya perubahan perilaku anak yang lebih santun, disiplin, dan memiliki semangat belajar yang tinggi. Anak-anak yang sebelumnya pasif dan kurang percaya diri, kini tampak antusias saat mengikuti kegiatan tilawah bersama, bahkan sebagian mulai menghafal ayat-ayat pendek dan membacanya saat salat berjamaah. Pengurus masjid dan tokoh masyarakat pun menyambut baik program ini karena dinilai mampu menghidupkan kembali tradisi belajar agama yang selama ini mulai memudar. Kegiatan seperti lomba hafalan surat pendek, latihan azan, dan pengajian keluarga menjadi semakin hidup di lingkungan desa yang terlibat. Ini membuktikan bahwa pendidikan karakter berbasis Al-Qur’an bukan hanya membentuk individu, tetapi juga membangun harmoni sosial dalam komunitas. PENDEKAR B’TUA tidak hanya menjadi program pendidikan, tetapi juga gerakan moral yang membangkitkan kembali kesadaran spiritual masyarakat.

Pemerintah Kabupaten Empat Lawang melalui Kementerian Agama setempat menyampaikan apresiasi atas keberhasilan program ini dalam memperkuat pilar pendidikan karakter Islami di tingkat akar rumput. Dukungan juga datang dari pemerintah desa yang ikut menyukseskan kegiatan dengan menyediakan fasilitas belajar di masjid maupun balai desa. Kolaborasi lintas sektor ini menunjukkan bahwa inovasi pendidikan agama tidak harus selalu digital atau berbiaya tinggi, tetapi cukup dengan semangat gotong royong dan kepedulian yang kuat dari para pemangku kepentingan lokal. Bahkan, dalam beberapa desa, program ini mendorong munculnya rumah tahfiz mandiri yang dikelola oleh warga dengan bimbingan guru PAI atau alumni pesantren. Dengan cara ini, PENDEKAR B’TUA membuktikan kemampuannya sebagai penggerak transformasi sosial dan spiritual secara luas. Para pelajar yang mengikuti program ini menjadi teladan di sekolahnya karena menunjukkan perilaku yang lebih tertib, aktif dalam kegiatan keagamaan, dan lebih peduli terhadap lingkungan. Hal ini berdampak positif terhadap atmosfer sekolah secara keseluruhan, karena nilai-nilai religiusitas dan keteladanan semakin terasa dalam kehidupan sehari-hari. Program ini menjadi bukti bahwa penguatan karakter melalui pendidikan agama bisa dijalankan secara praktis dan terarah jika semua pihak terlibat dengan sungguh-sungguh

Dalam evaluasi triwulan kedua, KUA Lintang Kanan mencatat adanya peningkatan konsistensi kehadiran peserta dalam kelompok belajar dan meningkatnya keterlibatan orang tua dalam kegiatan pembinaan. Hal ini menjadi indikator bahwa PENDEKAR B’TUA berhasil menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa pendidikan agama adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya lembaga sekolah atau guru TPQ. Banyak orang tua yang sebelumnya pasif kini mulai rutin menemani anak-anaknya mengaji di rumah, bahkan ikut belajar membaca Al-Qur’an dari awal karena merasa termotivasi oleh semangat anaknya. Kebiasaan ini memicu munculnya interaksi spiritual yang mempererat hubungan keluarga dan memperkuat nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melibatkan semua elemen—anak, orang tua, guru, dan tokoh agama—program ini membentuk rantai pembinaan yang berkesinambungan dan saling memperkuat. Setiap bulan diadakan forum silaturahmi antarorang tua dan guru untuk membahas perkembangan peserta serta mencari solusi atas kendala-kendala pembelajaran. Forum ini menjadi ruang yang efektif untuk memperkuat komunikasi dan membangun budaya gotong royong dalam pembinaan akhlak anak. Keseluruhan pendekatan ini menjadikan PENDEKAR B’TUA bukan hanya sebagai program edukatif, tetapi sebagai gerakan sosial berbasis nilai keagamaan.

Tak hanya di sekolah dasar, semangat PENDEKAR B’TUA mulai menyebar ke tingkat remaja, khususnya siswa SMP dan SMA yang terlibat dalam kegiatan rohis dan remaja masjid. Mereka diajak menjadi mentor atau pendamping bagi adik-adik yang baru belajar membaca Al-Qur’an, sehingga tercipta model pembelajaran lintas usia yang mendorong rasa tanggung jawab dan kepemimpinan spiritual sejak dini. Metode ini sekaligus memperluas cakupan dampak program dan menciptakan regenerasi pendidik Al-Qur’an secara informal di tingkat lokal. Keterlibatan remaja dalam kegiatan ini juga menekan kecenderungan perilaku menyimpang, karena mereka diarahkan untuk aktif dalam kegiatan positif yang mengembangkan diri dan bermanfaat bagi orang lain. Kegiatan seperti kajian tafsir remaja, diskusi nilai-nilai Qur’ani dalam konteks kehidupan remaja, serta proyek amal berbasis ayat menjadi bagian dari rangkaian kegiatan penguatan karakter. Guru dan pendamping juga difasilitasi untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran yang lebih dialogis dan relevan dengan kehidupan sehari-hari anak. Ini memastikan bahwa ajaran Al-Qur’an tidak hanya dihafal, tetapi juga dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sosial. Dengan pendekatan ini, PENDEKAR B’TUA tidak hanya mendidik hafiz, tetapi juga membentuk generasi muda yang berilmu dan berakhlak mulia.

Lebih jauh lagi, PENDEKAR B’TUA juga mendorong pemerintah desa untuk mengintegrasikan program ini ke dalam rencana pembangunan jangka menengah desa melalui dukungan anggaran dan kebijakan. Beberapa desa di Kecamatan Lintang Kanan telah mulai mengalokasikan dana desa untuk mendukung operasional kegiatan seperti pembelian mushaf, penyediaan sarana belajar, dan insentif bagi ustaz atau guru pendamping. Ini menjadi model kolaborasi antara pemerintah desa dan lembaga keagamaan yang mampu menjawab kebutuhan riil masyarakat di bidang pendidikan keagamaan. Dengan adanya kebijakan yang mendukung, keberlanjutan program menjadi lebih terjamin dan tidak tergantung pada satu institusi saja. Pemerintah daerah pun dapat mereplikasi praktik baik ini ke kecamatan lain dengan menyesuaikan kondisi sosiokultural masing-masing wilayah. Langkah ini diharapkan mampu mendorong munculnya gerakan literasi Al-Qur’an serupa di berbagai pelosok Empat Lawang dan bahkan provinsi. Dengan merancang strategi replikasi yang tepat, inovasi PENDEKAR B’TUA berpotensi menjadi kebijakan daerah yang sistematis dan berjangka panjang. Dalam hal ini, inovasi bukan lagi sekadar inisiatif lokal, tetapi bagian dari reformasi pendidikan karakter secara struktural.

Kebaruan dari inovasi ini tidak hanya terletak pada substansi atau bentuk kegiatannya, tetapi juga pada pendekatan pembelajaran yang kontekstual dan partisipatif. Modul pembelajaran yang dikembangkan memuat kombinasi antara tahsin, tahfiz, dan nilai-nilai karakter, sehingga siswa tidak hanya bisa membaca tetapi juga memahami dan menghayati pesan moral dari ayat-ayat yang dipelajari. Pendekatan partisipatif ini membuka ruang dialog antara pendidik dan peserta didik, serta membangun relasi yang positif dan inspiratif. Guru tidak lagi hanya bertindak sebagai pemberi materi, tetapi sebagai pembimbing karakter dan teladan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Anak-anak yang mengikuti program ini menunjukkan perubahan tidak hanya pada aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik, yang tercermin dalam perilaku mereka di lingkungan keluarga dan sekolah. Dengan menempatkan Al-Qur’an sebagai pusat nilai dalam pendidikan karakter, PENDEKAR B’TUA berhasil memadukan spiritualitas, pendidikan, dan transformasi sosial dalam satu ekosistem pembelajaran. Inilah yang menjadikan program ini unik dan berdaya tahan tinggi dalam menghadapi tantangan zaman. Inovasi ini membuktikan bahwa pendekatan lokal yang berbasis nilai dapat menciptakan perubahan yang berdampak luas dan berkelanjutan.

Hingga kini, KUA Lintang Kanan terus melakukan pemantauan, evaluasi, dan perbaikan metode pembelajaran untuk memastikan efektivitas program dan adaptasinya terhadap dinamika sosial masyarakat. Kegiatan pelatihan untuk guru dan ustaz dilakukan secara periodik, dengan melibatkan narasumber dari lembaga pendidikan Islam terkemuka guna meningkatkan kapasitas dan profesionalisme pengajar. Evaluasi hasil belajar juga terus dikembangkan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, agar mampu menangkap perubahan sikap dan nilai peserta secara utuh. Tim monitoring dari KUA dan tokoh masyarakat setempat ikut terlibat dalam pengawasan dan penguatan program agar tidak berjalan stagnan. Berbagai praktik baik yang muncul selama implementasi didokumentasikan sebagai bahan pembelajaran untuk pengembangan inovasi di masa depan. Dengan sistem monitoring yang adaptif, program ini terus bergerak maju dan mampu menjawab kebutuhan zaman secara dinamis. Dukungan yang kuat dari semua pemangku kepentingan menjadikan inovasi ini tidak hanya sukses dalam tahap awal, tetapi juga siap untuk dikembangkan lebih luas. Hal ini memperlihatkan bahwa pendidikan karakter berbasis agama jika dijalankan secara strategis dan kolaboratif mampu menjadi jawaban atas tantangan krisis nilai generasi muda saat ini.

Dengan keberhasilan yang telah dicapai, PENDEKAR B’TUA layak dijadikan role model nasional dalam bidang penguatan pendidikan karakter berbasis agama, khususnya dalam konteks pemberdayaan masyarakat pedesaan. Inovasi ini berhasil menjawab tantangan keterbatasan akses, sumber daya, dan perhatian terhadap literasi Al-Qur’an dengan pendekatan yang sederhana namun berdampak besar. Program ini membuktikan bahwa transformasi pendidikan dapat dimulai dari komunitas kecil, sepanjang ada kemauan kuat, kolaborasi yang solid, dan semangat untuk memperbaiki kualitas hidup generasi penerus. Di masa depan, program ini diharapkan tidak hanya melahirkan anak-anak yang mampu membaca Al-Qur’an, tetapi juga pemuda-pemudi Qur’ani yang mampu memimpin masyarakat dengan nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, dan kearifan. PENDEKAR B’TUA adalah bukti bahwa gerakan moral dan pendidikan bisa berjalan beriringan dan saling menguatkan, menjadi fondasi dalam membangun peradaban yang mulia. Dengan keberhasilan di Kecamatan Lintang Kanan, harapan pun tumbuh agar semangat ini menyebar ke seluruh penjuru Kabupaten Empat Lawang dan menjadi inspirasi bagi daerah lainnya di Indonesia. Pendidikan dengan karakter baca tulis Al-Qur’an bukan hanya bentuk inovasi lokal, tetapi manifestasi nyata dari cita-cita nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang berakhlak mulia. Karena sejatinya, membangun bangsa yang besar dimulai dari anak-anak yang mencintai Al-Qur’an dan menjadikannya cahaya dalam hidup.