PENDAKI (Pendokumentasian Kegiatan dengan Marki): Transparansi Desa Melalui Dokumentasi Naratif

PENDAKI merupakan inovasi non-digital yang dikembangkan oleh Kecamatan Muara Pinang, Kabupaten Empat Lawang, untuk memperkuat transparansi dan pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan desa. Latar belakang dari lahirnya inovasi ini adalah rendahnya akses informasi warga terhadap pelaksanaan kegiatan pemerintahan, di mana laporan-laporan yang tersedia cenderung teknis dan tidak komunikatif. Dalam konteks desa-desa dengan tingkat literasi yang beragam, laporan berbasis teks atau angka tidak mampu menjembatani komunikasi antara pemerintah dan masyarakat secara efektif. PENDAKI merespons tantangan ini dengan memperkenalkan pendekatan visual melalui dokumentasi kegiatan dalam bentuk video dan foto yang dilengkapi narasi “MARKI” (Mari Kita Ikuti) agar lebih membumi. Tujuannya bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membangun partisipasi warga dengan cara yang menyenangkan dan inklusif. Dokumentasi kegiatan tidak lagi bersifat eksklusif untuk arsip administratif, tetapi menjadi media edukatif dan inspiratif yang bisa diakses oleh siapa pun. Pendekatan ini terbukti mampu menjawab persoalan keterbukaan informasi publik di tingkat desa dan membangun rasa memiliki terhadap pembangunan yang dilakukan secara bersama. PENDAKI pun diakui menjadi percontohan inovasi pelaporan pembangunan berbasis visual naratif di Kabupaten Empat Lawang.
Seiring dengan implementasinya, PENDAKI menunjukkan bahwa dokumentasi kegiatan tidak lagi menjadi sekadar pelengkap laporan, melainkan sebuah alat strategis dalam membangun komunikasi publik yang efektif. Narasi MARKI yang disisipkan pada setiap dokumentasi dibuat dengan gaya tutur yang ringan namun sistematis, menjelaskan siapa yang terlibat, bagaimana proses pelaksanaan, dan dampak langsung dari kegiatan tersebut. Narasi ini menjadi jembatan antara gambar yang ditampilkan dan pemahaman masyarakat tentang makna di balik pembangunan yang dilakukan. Warga pun bisa mengikuti perkembangan pembangunan tanpa harus hadir secara langsung di lokasi kegiatan. Selain itu, foto dan video yang disebarluaskan melalui media sosial dan grup WhatsApp desa menjadi kanal transparansi yang aktual dan tepat sasaran. Komentar dan tanggapan warga menjadi bagian dari feedback langsung terhadap pemerintah desa dalam menjalankan tugasnya. Dengan kata lain, dokumentasi menjadi sarana interaktif yang membuka ruang dialog dua arah antara warga dan pemerintah. Hal ini memperkuat legitimasi kegiatan desa karena setiap tahapannya dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka dan disaksikan bersama.
Dampak dari penerapan PENDAKI dapat dirasakan langsung oleh masyarakat maupun pemerintah desa. Warga desa yang sebelumnya tidak tahu-menahu mengenai rencana dan pelaksanaan kegiatan desa, kini memiliki akses penuh untuk melihat perkembangan melalui media yang lebih ramah dan informatif. Keterlibatan warga meningkat, tidak hanya dalam kegiatan fisik, tetapi juga dalam proses diskusi, pengawasan, dan penyusunan agenda pembangunan selanjutnya. Pemerintah desa pun terdorong untuk lebih tertib dalam menyusun, mendokumentasikan, dan menyebarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Adanya dokumentasi visual juga menghindarkan terjadinya miskomunikasi atau tuduhan sepihak mengenai pelaksanaan kegiatan karena semuanya telah terekam dan disampaikan secara transparan. Bahkan, dalam pelaksanaan Musrenbang Desa, dokumentasi PENDAKI dijadikan sebagai bahan evaluasi konkret untuk menilai keberhasilan atau kekurangan program sebelumnya. Sistem pelaporan semacam ini juga mempercepat proses klarifikasi dalam audit kinerja atau pengawasan internal karena semua data tersedia dalam bentuk yang mudah dipahami. Alhasil, PENDAKI tidak hanya memperbaiki proses pelaporan, tetapi juga membentuk ekosistem pemerintahan yang lebih terbuka, partisipatif, dan akuntabel.
Inovasi ini juga memberi manfaat besar bagi pemerintah kecamatan yang sebelumnya mengalami kendala dalam melakukan monitoring secara langsung ke seluruh desa karena keterbatasan waktu dan sumber daya. Melalui dokumentasi visual dari PENDAKI, camat dan tim pengawas dapat memperoleh informasi yang utuh tentang pelaksanaan kegiatan tanpa harus selalu melakukan kunjungan fisik. Hal ini mempercepat proses supervisi dan memungkinkan tindak lanjut yang lebih tepat sasaran. Evaluasi pun menjadi lebih terstruktur karena setiap dokumentasi telah disusun dalam format standar yang memuat informasi waktu, lokasi, pelaksana, tahapan kegiatan, dan hasil yang dicapai. Sistem pelaporan ini memudahkan pembuatan laporan lintas sektor, pengarsipan kegiatan, dan penyusunan rekomendasi kebijakan berbasis data visual. Di sisi lain, masyarakat juga bisa menggunakan dokumentasi PENDAKI sebagai bukti untuk mengusulkan program-program baru yang lebih relevan dengan kebutuhan lokal. Dengan begitu, pembangunan desa menjadi lebih responsif dan kontekstual terhadap aspirasi warganya. Dokumentasi bukan hanya menjadi catatan, tetapi menjadi sumber pembelajaran kolektif yang terus berkembang.
PENDAKI juga mampu menciptakan budaya komunikasi pembangunan yang lebih manusiawi dan menyentuh. Narasi MARKI yang mengedepankan pendekatan ajakan dan kebersamaan membangun suasana yang lebih positif dalam hubungan antara warga dan pemerintah desa. Masyarakat merasa dilibatkan secara emosional, bukan hanya sebagai penerima manfaat tetapi juga sebagai bagian dari proses pembangunan itu sendiri. Gaya penyampaian yang naratif membantu masyarakat memahami bahwa pembangunan bukan semata-mata urusan teknis, melainkan proses kolektif yang memerlukan kerjasama dan pengawasan bersama. Warga pun tidak lagi memandang pemerintah sebagai otoritas yang jauh, tetapi sebagai mitra kerja yang dapat diajak berdialog dan bekerja sama. Dalam banyak kasus, inovasi ini telah mendorong terbentuknya kelompok warga pengawas yang secara sukarela membantu mengamati pelaksanaan kegiatan di lingkungan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ketika informasi dibuka dengan cara yang tepat, maka partisipasi akan tumbuh dengan sendirinya tanpa harus dipaksa. PENDAKI pun telah menjadi simbol transformasi tata kelola desa dari sistem yang tertutup menjadi sistem yang terbuka dan kolaboratif.
salah satu kekuatan utama dari pendaki adalah pendekatan yang sistematis dan terukur dalam setiap tahap pelaksanaan. mulai dari penyusunan standar operasional prosedur dokumentasi kegiatan, pembekalan perangkat desa, hingga penjadwalan evaluasi triwulanan telah dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. operator desa atau kader informasi desa dilatih untuk mengambil gambar atau video dengan sudut pandang yang menggambarkan proses, bukan sekadar hasil akhir. dokumentasi tersebut disusun berdasarkan struktur yang baku, yaitu memuat judul kegiatan, waktu, lokasi, pelaksana, proses kerja, dan hasil, sehingga informasi yang disampaikan benar-benar informatif dan komprehensif. hasil dokumentasi kemudian diverifikasi oleh camat sebelum disebarluaskan ke kanal publik, termasuk media sosial, papan informasi, dan grup komunikasi warga. ini memastikan bahwa setiap informasi yang diterima masyarakat adalah informasi valid yang telah melalui proses pengecekan. evaluasi rutin dilakukan oleh pemerintah kecamatan untuk menilai kualitas dan efektivitas dokumentasi, sekaligus memberikan umpan balik untuk perbaikan ke depan. proses ini menjadikan pendaki sebagai inovasi yang tidak hanya kreatif tetapi juga kuat secara manajerial dan operasional.
dampak dari penerapan pendaki tidak hanya dirasakan dalam peningkatan transparansi, tetapi juga mendorong peningkatan kualitas pembangunan itu sendiri. ketika dokumentasi pelaksanaan kegiatan menjadi bagian dari mekanisme evaluasi dan pengambilan keputusan, maka otomatis pelaksana kegiatan akan lebih berhati-hati dan profesional dalam menjalankan tugasnya. mereka sadar bahwa setiap langkah mereka terekam dan akan ditonton oleh publik. hal ini menjadi bentuk kontrol sosial yang kuat dan efektif tanpa harus menimbulkan ketegangan. bahkan, beberapa kepala desa mengaku bahwa adanya pendaki membuat mereka lebih tertib dalam manajemen waktu dan pelaporan kegiatan karena tidak ingin menampilkan dokumentasi yang terlihat asal-asalan. dengan adanya standar dokumentasi, pemerintah desa juga lebih mudah mengarsipkan seluruh kegiatan untuk kebutuhan laporan pertanggungjawaban, audit, maupun pencatatan sejarah pembangunan desa. warga desa pun merasa bangga karena desanya memiliki jejak visual pembangunan yang bisa ditunjukkan kapan saja. semua ini membentuk budaya tata kelola yang lebih profesional dan berorientasi hasil.
lebih dari itu, pendaki juga menjadi media edukasi pembangunan yang sangat efektif, terutama bagi kelompok masyarakat yang selama ini kurang tersentuh informasi. kelompok seperti ibu rumah tangga, lansia, dan remaja yang sebelumnya jarang mengikuti rapat desa kini bisa mengetahui progres pembangunan hanya dengan menonton video singkat di grup whatsapp keluarga atau di balai desa. ini menunjukkan bahwa informasi yang disampaikan dalam bentuk visual jauh lebih mudah dicerna dan diakses dibanding laporan tertulis yang panjang dan teknis. dalam beberapa kegiatan, dokumentasi juga digunakan oleh guru-guru di sekolah untuk mengajarkan kepada siswa tentang pentingnya keterlibatan warga dalam pembangunan desa. siswa diajak menonton dokumentasi kegiatan pembangunan, lalu diminta menuliskan ulang prosesnya dengan bahasa mereka sendiri. pendekatan ini tidak hanya mengajarkan siswa untuk memahami realita pembangunan, tetapi juga membentuk kesadaran sejak dini tentang pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan. dengan demikian, pendaki secara tidak langsung berkontribusi terhadap penguatan pendidikan karakter dan kewarganegaraan.
keberhasilan pendaki juga tidak lepas dari dukungan semua elemen pemerintah, mulai dari perangkat desa, kecamatan, hingga kabupaten. pemerintah kabupaten memberikan ruang dan apresiasi terhadap desa-desa yang aktif melaporkan kegiatannya melalui pendaki dalam berbagai forum resmi seperti musyawarah pembangunan, pelatihan aparatur, dan evaluasi capaian pembangunan desa. bahkan, beberapa dokumentasi pendaki telah ditampilkan dalam laporan kinerja kabupaten sebagai bukti konkret keterlibatan masyarakat dan transparansi desa. ini menunjukkan bahwa inovasi yang dimulai dari tingkat kecamatan pun bisa menjadi praktik baik yang berdampak luas jika didukung dan dikawal dengan baik. penyesuaian regulasi dan kebijakan anggaran juga dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan pendaki, misalnya dengan memperbolehkan pembelian peralatan dokumentasi sederhana seperti tripod, kamera ponsel, atau akses internet desa dalam perencanaan kegiatan. sinergi antar tingkatan pemerintahan ini memperkuat posisi pendaki sebagai instrumen strategis dalam mewujudkan pemerintahan desa yang terbuka, akuntabel, dan berbasis partisipasi publik.
pendaki tidak berhenti sebagai inovasi pelaporan, tetapi juga berkembang sebagai platform kolaborasi. beberapa desa yang telah menerapkan sistem ini mulai saling bertukar dokumentasi dan metode narasi untuk meningkatkan kualitas konten yang mereka buat. forum-forum antar desa dibentuk, baik secara daring maupun luring, untuk membahas teknik pengambilan gambar, penulisan narasi yang menarik, hingga strategi publikasi yang menjangkau lebih banyak warga. dari sini muncul komunitas kecil pembelajar yang memperkaya praktik pelaporan dan memperluas cakupan transparansi publik. pemerintah kecamatan pun mendukung dengan mengadakan workshop dokumentasi desa secara rutin dan melibatkan pihak luar seperti jurnalis lokal atau praktisi komunikasi visual sebagai fasilitator. dengan pendekatan ini, pendaki menjadi wadah belajar bersama yang mendorong inovasi sosial dan teknologi sederhana di tingkat desa. setiap dokumentasi yang dihasilkan bukan hanya catatan kegiatan, tetapi juga inspirasi bagi desa lain untuk meniru praktik baik yang serupa. kolaborasi lintas desa inilah yang kemudian memperkuat ketahanan tata kelola lokal dan mempercepat transfer pengetahuan antar wilayah.
pada akhirnya, pendaki menjadi simbol dari perubahan paradigma pelaporan desa dari yang bersifat tertutup dan administratif menjadi transparan, edukatif, dan komunikatif. ia menandai kebangkitan kesadaran kolektif bahwa pemerintahan desa harus dikelola dengan prinsip keterbukaan dan partisipasi masyarakat yang aktif. dengan narasi sederhana namun bermakna, masyarakat merasa lebih terlibat dalam pembangunan desanya sendiri dan memiliki rasa tanggung jawab untuk ikut menjaganya. setiap video atau foto yang dipublikasikan bukan sekadar informasi, tetapi juga bentuk penghargaan terhadap kepercayaan publik yang telah diberikan kepada pemerintah desa. inovasi ini membuktikan bahwa transparansi tidak harus mahal dan digitalisasi tidak harus kompleks, cukup dengan niat baik, kreativitas, dan kemauan untuk melibatkan warga. jika setiap desa memiliki sistem seperti pendaki, maka tidak hanya pembangunan yang akan berjalan lebih baik, tetapi juga demokrasi lokal akan tumbuh lebih sehat. inilah semangat yang terus dibawa oleh kecamatan muara pinang melalui inovasi ini. pendaki bukan hanya alat dokumentasi, tetapi gerakan menuju tata kelola desa yang berkeadaban.